Tuesday, January 11, 2011

Cita-cita

Kalau ditanya cita-cita, dari kecil gue selalu punya cita-cita. Mulai dari pengen jadi polisi, pengen jadi arsitek, penulis sampai pengen jadi dosen. Dan sampai sekarang, gua bahkan bingung mau jadi apa.

Pengen jadi polisi, gara-gara SD gue SD polisi, deket sama kapolres bogor, bikin gue sering liat polwan-polwan. Keren aja, pake seragam, bantuin orang. Tapi bukan itu ya alesan gue masuk tarnus :D Setelah lulus SD pun, keinginan jadi polisi kandas.

Begitu SMP, mulai deh mikirin cita-cita yang agak realistis. Jadi apa ya? Kayaknya jadi arsitek keren deh, ngerancang bangunan gitu. Sampai masuk SMA pun, cita-cita ini yang gue tulis di setiap psikotest. Tapi begitu tahu jadi arsitek harus teliti dan mengerikan (katanya), gue pun memutuskan meninggalkan cita-cita ini. Oiya, pas SMP ini, gue juga sempet les piano. Kayaknya jadi pianis keren juga deh. Tapi sekolah musik di Indonesia di mana ya? Cita-cita ini pun kandas pula.

Masuk kuliah, gue nggak tahu mau jadi apa. Yang gue pikirin, masuk universitas bagus, ntar lanjut kuliah lagi, baru cari kerja. Milih kuliah juga nggak gampang. Berhubung nggak punya cita-cita, bikin makin susah cari jurusan. Untung di SMA ada saat sharing-sharing sama alumni. Berbekal hasil tanya sana sini, gue pun memilih teknik industri. Pertimbangannya simpel aja, gue pengen masuk teknik yang banyak cwenya dan nggak banyak hapalannya. Hahaha. Setelah keterima di UGM dan ITB, gue pun memutuskan masuk ITB.

Punya hobi baca dari kecil, bikin gue pengen jadi komikus atau jadi penulis. Berhubung gue doyan cerita, menarik juga jadi penulis. Tapi, gimana sih caranya jadi penulis. Jaman dulu, belum banyak novel-novel kayak jaman sekarang. Sekitar gue, masih lebih banyak novel terjemahan dibanding novel karya anak bangsa. Makanya, begitu liat Raditya Dika, Sitta Karina atau Adhitiya Mulya, gue jadi seneng banget. Walau bakat menulis gue kayaknya harus terpendam, gue seneng lihat banyak orang suka menulis.

Melihat ortu menjadi dosen, kayaknya enak, nggak punya bos, waktu kerja fleksibel. Hal ini membuat gue punya cita-cita jadi dosen. Namun, begitu gue mengerjakan skripsi, membayangkan gue harus mengerjakan dua skripsi yang lebih expert lagi, dan seumur hidup gue, gue harus mengembangkan ilmu pengetahuan, cita-cita jadi dosen pun kandas.

Setelah lulus, cita-cita masih menjadi tanda tanya besar dalam hidup gue. Gue pikir, setelah lulus, hidup jadi lebih simpel. Tapi saya salah ternyata. Gue masih harus memilih dari milyaran pilihan dalam hidup. Sampai sekarang, kalau ditanya apa cita-cita gue, gue selalu menjawab, ingin menjadi wanita karir, have my own income and independent from anyone. Ya, itu prinsip hidup gue. Gue gak pengen nyusahin siapa-siapa. Mungkin ini juga akibat jadi anak tunggal. Gue gak pengen nyusahin siapa-siapa, dan gue pengen bebas dari siapapun.

Well, masih panjang perjalanan ke depan, semoga gue pun dan semua yang baca tulisan ini, menemukan cita-cita yang sesuai dengan diri kita, dan tentunya berguna buat orang lain 

2 comments:

Nadia Clairine Salim said...

Tinnnn!! makin ak baca blogmu, makin pengen hi-five deh ^^" *pantes dilakukan ngga ya* hehe :p

dr tk ganti2 gw juga ganti2 molo nih cita2, smp skrg pun gw ga jelas pgn jadi apa....what a life.. -.-""

hahak, smoga kita cpt nemuin deh ya kita asliny pgn jadi apa sesuai passion kita tin.. :)

toss!

septine swi said...

hiiiihihii
toss! :)