Wednesday, October 8, 2008

Rumah itu Setahun Sekali

Aku dan keluargaku selalu mempunyai rutinitas setiap kali Lebaran. Ya, tak lain tak bukan adalah mudik. Walaupun hampir setiap tahun kami terjebak macet, namun kami tak pernah kapok.

Aku selalu mudik ke Malang, tempat kakekku berada. Walaupun ia telah tiada, namun karena keluarga ibuku sangat besar sekali, kami semua selalu menyempatkan untuk dating, entah hanya untuk kumpul bareng ataupun jalan-jalan bareng.

Aku selalu melewati jalur pantura, melewati Indramayu tempat kakek dan nenekku dari Ayah, lalu lanjut ke Brebes-Tegal-Pekalongan, hingga Semarang. Kemudian ke Salatiga lalu Solo. Selanjutnya melewati Sragen dan lanjut ke kota Ngawi. Lalu terus saja melewati Nganjuk-Blitar-hingga Malang. Jangan harap tempat kakekku itu di kota Malang, melainkan di Malang coret alias hampir berdekatan dengan Blitar. Aku pun tak pernah berharap menemukan desa kakekku itu di Google Earth, karena tempat kakekku itu berada di desa Jambuwer, di kaki Gunung Kawi. Jadi, jangan heran kalau ke kota Malang saja, aku harus menempuh waktu dua jam sendiri. Belum jika macet atau pasaran. Wah, jangan harap dua jam bisa mencapai kota Malang.

Aku mempunyai 13 sepupu. Wajar saja, Ibuku 8 bersaudara. Kami selalu mempunyai acara tahunan sendiri. Waktu aku kecil dulu, aku ingat sepupuku sudah SMA dan SMP, mereka selalu membuatkan acara untuk kami. Drama merupakan favorit kami. Kadang drama romantis, kadang drama horror, yang akhirnya selalu tertebak, yaitu komedi karena ulah sepupu-sepupuku yang masih kecil-kecil. Kadang kami juga mengitari daerah sekitar desa kakekku dengan menggunakan mobil, mencari-cari kuburan dan tentu saja, bagian sepupuku yang lebih tua menakut-nakuti sepupuku yang lebih kecil.

Walaupun begitu, kami selalu menantikan Lebaran itu setiap tahun. Walaupun hanya sebegitunya, tapi kami begitu ingin tahu keadaan satu sama lain. Kadang aku ingin tahu bagaimana keadaan sepupuku yang ada di Surabaya ataupun bahkan yang satu kota tempatku kuliah, karena saking jarangnya kami bertemu.

Dulu, ketika kakekku masih ada, kami selalu pergi makan ke Blitar ataupun Malang, mampir sebentar ke alun-alun untuk beli bakso atau hanya sekedar es, kemudian mampir ke sungai hanya untuk main-main. Lima tahun yang lalu, kakekku tiada. Namun ternyata tradisi itu kami lanjutkan. Memenuhi rumah kakekku, kemudian pergi bermain-main. Kami selalu tak lupa menikmati hasil kebun kakekku yang mulai tidak terurus, entah mengambil kelapa ataupun jambu ataupun mangga.

Selebihnya, rumah kakekku itu kosong melompong, bahkan kalau kau meninggalkan kotak pada tahun ini, tahun depan pun masih akan dapat kau temukan. Tidak ada orang yang menungguinya. Kedua kakak ibuku yang berada di dekat rumah kakekku pun hanya sesekali melongok atau hanya sekedar menyalakan dan mematikan lampu.

Biarlah begitu, agar kami selalu merindukan rumah itu setiap Lebaran.